Siapa sih yang nggak kenal Green Day? Band punk rock legendaris asal Amerika ini udah jadi ikon musik dunia selama lebih dari tiga dekade. Dari awal terbentuk di scene underground sampai jadi superstar global, perjalanan karir mereka penuh drama, perjuangan, dan tentu saja musik yang bikin orang takut berhenti headbang!.
Nah, di artikel ini, aku bakal ajak kamu buat nostalgia bareng, ngebahas perjalanan karir Green Day dari nol sampai puncak, plus semua album yang mereka rilis dan genre musik yang mereka usung. Siap? Let’s dive in!
Dari Sweet Children ke Green Day
Green Day lahir di Berkeley, California, tahun 1987, pas Billie Joe Armstrong dan Mike Dirnt masih bocah berusia 15 tahun. Mereka awalnya bikin band bernama Sweet Children, mainin musik di garasi rumah, dan tampil di klub kecil kayak 924 Gilman Street, tempat nongkrong para punker di Bay Area.
Billie Joe, yang jadi vokalis dan gitaris, sama Mike, yang main bass, udah akrab banget dari kecil, dan mereka punya visi buat bikin musik yang jujur, mentah, dan penuh energi. Awalnya, mereka rekrut John Kiffmeyer (alias Al Sobrante) sebagai drummer.
Sweet Children mainin punk rock yang cepet dan kasar, tapi sayangnya, mereka dianggap terlalu “pop” buat komunitas hardcore punk di Gilman. Mereka sempet nggak dilupain, tapi John Kiffmeyer kerja keras buat dapetin gigs, bahkan ngurusin duit mereka biar bisa tetep main.
Tahun 1989, mereka rilis EP pertama, 1,000 Hours, lewat label indie Lookout! Records. Tapi, sebelum EP itu keluar, mereka ganti nama jadi Green Day—konon terinspirasi dari istilah slang “green day” yang berarti hari di mana mereka cuma rebahan sambil nyedot ganja. Keren, kan, asal-usul namanya?
Sayangnya, pasca tur pertama mereka di 1990, John Kiffmeyer memutuskan keluar buat lanjutin kuliah. Billie Joe kesel banget, apalagi John pergi tanpa bilang apa-apa.
Akhirnya, mereka rekrut Frank Edwin Wright III, alias Tré Cool, yang sebelumnya main di band The Lookouts. Tré bawa energi baru ke band, dan formasi Billie Joe, Mike Dirnt, plus Tré Cool ini bertahan sampai sekarang.
Langkah Pertama Menuju Puncak: 39/Smooth dan Kerplunk
Tahun 1990, Green Day rilis album studio pertama mereka, 39/Smooth, masih bareng Lookout! Records. Album ini punya vibe punk rock yang mentah, dengan lagu-lagu kayak “At the Library” dan “Going to Pasalacqua” yang jadi favorit fans awal mereka. Di tahun yang sama, mereka juga rilis dua EP, Slappy dan Sweet Children.
Nah, semua lagu dari 39/Smooth, Slappy, sama EP sebelumnya 1,000 Hours, digabungin jadi album kompilasi berjudul 1,039/Smoothed Out Slappy Hours di 1991. Album ini laku keras di scene indie, dan Green Day mulai dapet perhatian.
Setelah itu, di 1992, mereka rilis album kedua, Kerplunk, yang jadi debut Tré Cool sebagai drummer tetap. Album ini jauh lebih mateng dibanding 39/Smooth, dengan lagu-lagu kayak “Welcome to Paradise” dan “2000 Light Years Away” yang nunjukin kemampuan Billie Joe buat nulis lirik yang personal tapi relate sama anak muda.
Kerplunk laku 50.000 kopi di Amerika, angka yang gede buat album indie waktu itu, dan bikin banyak label besar tertarik buat kontrak mereka.
Puncak Kesuksesan Awal: Dookie dan Ledakan Punk Rock
Tahun 1994 jadi titik balik buat Green Day. Mereka teken kontrak sama Reprise Records, label besar, dan rilis album ketiga, Dookie. Tapi, keputusan buat gabung label besar ini bikin mereka dicap “sellout” sama komunitas punk di Gilman. Billie Joe pernah bilang, “Aku nggak bisa balik ke scene punk, mau kita sukses gede atau gagal total, aku cuma bisa maju.” Dan bener aja, Dookie meledak banget!
Album ini direkam cuma dalam tiga minggu, dan punya hits kayak “Longview”, “Basket Case”, dan “When I Come Around” yang sampe sekarang masih sering diputer di radio. Dookie ngebawa punk rock ke arus utama, bareng band lain kayak The Offspring dan Rancid.
Album ini laku lebih dari 20 juta kopi di seluruh dunia, dapet status diamond dari RIAA, dan menang Grammy Award buat Best Alternative Album di 1995. Green Day juga tampil di festival gede kayak Woodstock ’94, di mana mereka bikin perang lumpur yang epik, sampe-sampe Mike Dirnt diserang petugas keamanan yang salah paham. Gila, kan?
Pasang Surut: Insomniac, Nimrod, dan Warning
Setelah Dookie, Green Day buru-buru rilis album keempat, Insomniac, di 1995. Album ini lebih gelap dan berat dibanding Dookie, dengan lagu-lagu kayak “Geek Stink Breath” dan “Brain Stew/Jaded”. Billie Joe nulis banyak lagu di album ini pas dia susah tidur, makanya judulnya Insomniac.
Meski dapet review bagus dan laku 2 juta kopi, album ini nggak sesukses Dookie. Mereka juga batalin tur Eropa karena kelelahan. Di 1997, mereka balik dengan album kelima, Nimrod. Album ini nunjukin sisi eksperimental Green Day, campurin punk rock sama elemen ska di “King for a Day” dan balada akustik di “Good Riddance (Time of Your Life)”.
Lagu terakhir ini jadi salah satu lagu paling ikonik mereka, sering dipake buat momen emosional kayak kelulusan atau pernikahan. Nimrod dapet status platinum, tapi tetep nggak bisa nyamain Dookie dari segi penjualan.
Masuk tahun 2000, Green Day rilis Warning, album keenam mereka. Album ini lebih ngepop dan dewasa, dengan lagu kayak “Minority” dan “Waiting”. Tapi sayang, popularitas mereka lagi turun drastis waktu itu.
Warning cuma dapet status emas, jauh banget dibanding album-album sebelumnya. Banyak yang bilang Green Day udah kehabisan bensin, apalagi pas mereka batalin proyek album ketujuh di 2003 karena master rekamannya dicuri.
Kebangkitan Besar: American Idiot dan Era Baru
Tapi, Green Day nggak menyerah. Di 2004, mereka balik dengan album ketujuh, American Idiot, yang jadi salah satu karya terbesar mereka. Album ini adalah rock opera, ceritain kisah fiksi tentang Jesus of Suburbia, pemuda Amerika yang frustrasi sama kehidupan pasca-9/11. Lagu-lagu kayak “American Idiot”, “Boulevard of Broken Dreams”, “Holiday”, dan “Wake Me Up When September Ends” jadi anthem buat generasi baru.
Album ini sindir politik Amerika, terutama era George W. Bush, dan laku lebih dari 12 juta kopi di seluruh dunia. Mereka menang Grammy Award buat Best Rock Album, dan “Boulevard of Broken Dreams” dapet Record of the Year di 2006. American Idiot bahkan diadaptasi jadi musikal Broadway yang menang dua Tony Awards!
Setelah kesuksesan American Idiot, Green Day lanjutin momentum dengan album kedelapan, 21st Century Breakdown, di 2009. Album ini juga konseptual, ceritain kisah pasangan muda di tengah krisis Amerika, dengan hits kayak “Know Your Enemy” dan “21 Guns”. Album ini menang Grammy Award buat Best Rock Album lagi, dan jadi chart-topper di 14 negara.
Trilogi Ambisius dan Eksperimen: ¡Uno!, ¡Dos!, ¡Tré!
Di 2012, Green Day bikin proyek ambisius: trilogi album yang dirilis dalam tiga bulan berurutan, yaitu ¡Uno!, ¡Dos!, dan ¡Tré!. ¡Uno! (September 2012) balik ke akar punk rock mereka dengan lagu kayak “Oh Love”. ¡Dos! (November 2012) lebih eksperimental, punya vibe garage rock dengan lagu kayak “Fuck Time”.
Terakhir, ¡Tré! (Desember 2012) lebih emosional, dengan lagu kayak “X-Kid”. Meski dapet respon positif, trilogi ini nggak sesukses album sebelumnya, dan Green Day sempet vakum beberapa tahun setelah ini.
Tetap Relevan: Revolution Radio, Father of All…, dan Saviors
Green Day balik lagi di 2016 dengan album Revolution Radio, yang bawa mereka kembali ke akar punk rock. Lagu kayak “Bang Bang” dan “Still Breathing” nunjukin mereka masih punya energi yang sama kayak dulu. Album ini dapet pujian karena liriknya yang relevan sama isu sosial waktu itu.
Di 2020, mereka rilis Father of All Motherfuckers (sering disingkat Father of All…), album yang lebih pendiam dengan 26 menit aja. Album ini lebih ngepop dan ceria, dengan lagu kayak “Oh Yeah!”. Tapi, banyak fans yang ngerasa album ini kurang “Green Day banget”.
Terakhir, di 2024, mereka rilis Saviors, album yang balikin semangat satir politik mereka. Lagu kayak “The American Dream Is Killing Me” dan “Look Ma, No Brains!” sindir keras kondisi sosial Amerika. Album ini dapet sambutan hangat, dan nunjukin Green Day masih relevan meski udah tiga dekade lebih berkarya.
Genre Musik Green Day
Green Day dikenal sebagai pionir punk rock modern, tapi mereka nggak cuma terpaku di satu genre. Awalnya, mereka mainin punk rock klasik dengan tempo cepet, gitar distorsi, dan lirik yang sarkastik. Tapi seiring waktu, mereka eksplorasi genre lain:
- Pop Punk: Lagu-lagu kayak “Basket Case” dan “When I Come Around” bawa elemen melodi yang catchy, bikin mereka sering disebut sebagai bapak pop punk modern.
- Rock Alternatif: Di album kayak Nimrod dan Warning, mereka mainin rock alternatif yang lebih eksperimental.
- Rock Opera: American Idiot dan 21st Century Breakdown nunjukin kemampuan mereka bikin cerita konseptual ala opera rock.
- Ska Punk: “King for a Day” di Nimrod punya elemen ska yang upbeat.
- Acoustic/Balada: “Good Riddance (Time of Your Life)” dan “Wake Me Up When September Ends” tunjukin sisi lembut mereka.
Semua Album Green Day
Berikut daftar lengkap album Green Day:
- 39/Smooth (1990)
- Kerplunk (1992)
- Dookie (1994)
- Insomniac (1995)
- Nimrod (1997)
- Warning (2000)
- American Idiot (2004)
- 21st Century Breakdown (2009)
- ¡Uno! (2012)
- ¡Dos! (2012)
- ¡Tré! (2012)
- Revolution Radio (2016)
- Father of All Motherfuckers (2020)
- Saviors (2024)
Puncak dan Warisan
Green Day udah jual lebih dari 75 juta kopi album di seluruh dunia, dapet 5 Grammy Awards, dan masuk Rock and Roll Hall of Fame di 2015. Mereka juga bakal perform di Jakarta pada 15 Februari 2025, di festival Hammersonic, buat rayain 10 tahun acara itu. Kerennya lagi, perjalanan karir mereka diangkat jadi film komedi berjudul New Years Rev sama sutradara Lee Kirk, yang ceritain masa-masa sebelum Dookie meledak.
Green Day adalah bukti bahwa band punk rock bisa tetep relevan meski udah puluhan tahun. Mereka nggak cuma bikin musik, tapi juga jadi suara buat generasi yang frustrasi sama sistem. Dari lirik tentang kebosanan remaja, kecemasan, sampai sindiran politik, Green Day selalu punya cara buat nyanyi apa yang kamu rasain.